Sebuah tempat adalah kumpulan penceritaan, sebuah lokasi adalah terkumpulnya narasi. Begitu juga dengan Pantai Morotai yang indah, tempat dimana cakrawala menjadi jingga jika pagi atau senja mendaratkan matahari. Dibalik garis lembayung jingga tersimpan sebuah kisah tentang, darah, air mata dan keyakinan.
Pulau Morotai adalah sejarah yang hilang, sejarah yang melembarkan kisah bagaimana sebuah pantai yang begitu indah menjadi pantai penuh darah. Pelabuhan Morotai awalnya dibangun Belanda sebagai Pelabuhan antara untuk menghubungkan antara Ternate dengan Hollandia dan Biak, pada tahun 1939 beberapa perwira KNIL didikan Bandung ditempatkan di Morotai, untuk mengantisipasi perkembangan perang di Eropa, Belanda menyangka bahwa suatu saat Jerman akan masuk lewat Pasifik, saat itu Belanda tidak menyangka Jepang akan melawan Amerika Serikat. Tapi di tahun 1942 menjadi kenyataan.
Ribuan pasukan Jepang masuk ke Morotai, ke Biak, ke seluruh Hollandia (nama lama Jayapura), dan masuk ke seluruh pesisir pantai di Papua. Mereka membangun benteng-benteng laut yang bertugas mengantisipasi masuknya Amerika Serikat setelah Jepang membom Pearl Harbour.
Di Amerika Serikat sendiri, pemboman Pearl Harbour Desember 1941 bikin Presiden AS Roosevelt naek darah kakinya yang lumpuh karena sakit polio bisa sembuh mendadak di depan Parlemen AS dia mengatakan dengan nada gemetar “Mulai detik Kita Perang dengan Jepang, kita lumatkan Jepang sampai selumat-lumatnya”, setelah pidato itu ia memerintahkan Kolonel Doolitle (Penerbang Angkatan Darat) AS, menggebuk Tokyo. Roosevelt memanggil dua jagoan perang AS. Di Eropa Roosevelt sudah menunjuk Jenderal Ike Eisenhower, seorang Jenderal belakang meja yang punya ketrampilan diplomasi ketimbang ketrampilan perang, bagi FDR, Ike lebih cocok untuk menggabungkan kekuatan De Gaulle, Patton dan Montgomery yang sama-sama punya ego tinggi, tapi untuk Pasifik, ia betul-betul butuh Jenderal yang jago perang. Seorang Panglima yang bisa berada langsung di lapangan.
FDR memanggil dua jagoan perangnya Laksamana Nimitz yang punya reputasi segudang dalam pertempuran laut dan Jenderal Douglas MacArthur seorang lulusan westpoint terbaik, bergaya serampangan tapi nekat. Jenderal Douglas MacArthur sebelum Perang Pasifik meletus, bertugas sebagai Penasihat Militer di Departemen Persemakmuran Amerika Serikat-Filipina (saat itu Filipina adalah bagian dari commonwealth atau negara afiliasi dari Amerika Serikat). Ia pensiun dari militer tahun 1937. Ketika Jepang menduduki Filipina dengan cepat, Jenderal Douglas MacArthur-lah orang yang memimpin penghadangan pasukan AS, tapi beberapa hari pertempuran ia diperintahkan mundur ke Australia.
Setelah pemanggilan FDR, Douglas MacArthur diaktifkan lagi menjadi Jenderal. FDR memilih MacArthur ketimbang Nimitz sebagai Panglima Perang Pasifik karena janji MacArthur yang terkenal di Filipina : “I Shall Return…” dan jutaan orang Filipina menyukai MacArthur, di Cebu ada gerakan khusus sendiri yang menunggu kedatangan MacArthur, bila MacArthur memimpin pasukan di Pasifik dia juga diharapkan membangkitkan perlawanan kaum pribumi Asia Pasifik melawan Jepang.
Strategi memasukkan MacArthur sebagai Panglima utama Pasifik tepat sekali, di hari pertama jabatan, MacArthur langsung menyusun strategi perang. Ia ingin menguasai Filipina sebagai centrum dari perang Asia Pasifik Raya. Penguasaan filipina adalah langkah awal untuk sebagai pembentukan basis menguasai kepulauan inti Jepang. MacArthur menemukan strategi perang ‘lompat katak’ penguasaan pulau-pulau penting untuk mengurung 40.000 pasukan Jepang di Pasifik supaya mereka terasing dari jalur logistik dan kelaparan.
Jawa dilewatkan oleh Pasukan AS. (Kelak lewatnya Jawa ini menguntungkan bagi kaum pergerakan Indonesia untuk segera memerdekakan Indonesia).
McArthur mendarat di Finschaffen, Papua Nugini, lalu meloncat ke Hollandia (sekarang Jayapura). Dari Hollandia inilah MacArthur mendengar ada 13 pasukan KNIL dibawah pimpinan Letnan Julius Tahija memimpin penyerbuan ke pulau Tanimbar dan berhasil. Julius Tahija adalah pribumi Maluku yang kelak di jaman Bung Karno menjadi boss di Caltex dan di Freeport. Penyerbuan KNIL yang berhasil itu bikin semangat Douglas MacArthur sambil makan es krim di tepi pantai Hollandia, ia memerintahkan penyerangan ke Morotai.
Di Morotai perang berlangsung sengit, ada sekitar 500 soldadu Jepang ditempat disana pada saat pendaratan sekutu, sebagai bagian armada 32 Jepang. Ratusan Soldadu yang ditempatkan di Morotai berasal dari Taiwan. Mereka tak paham bahasa Jepang. Pendaratan Morotai diawali dengan masuknya kapal pendarat ke tepi pantai, pertama kali tak ada serangan, ketika pendarat sudah masuk pantai, tiba-tiba desingan peluru dari mitraliyur berdesingan di atas topi-topi baja pasukan sekutu. Ketika AS sudah masuk tiba-tiba sekitar 400 pesawat tempur zero (zero = julukan pesawat Jepang karena ada lambang lingkaran merah yang di nickname sebagai zero) memberondong pasukan sekutu, dan didarat mereka mendapatkan gempuran tak terduga, ada bantuan yang datang tiba-tiba membantu 500 pasukan Jepang yang bertahan di gua-gua dan di bawah tanah.
Perwira yang ditugaskan Jepang untuk menjaga Morotai, Mayor Takenobu Kawashima memerintahkan pulau dijaga sampai mati, pasukan kamikaze ada 20 orang yang siap masuk dan membom dirinya sendiri di tengah sekutu dalam gerilya malam di hutan-hutan. Pasukan Jepang mengajak tarung dengan mainan perang antar pohon dan bayonet, ketika masuk hutan fungsi senjata semangkin tak penting, yang ada adalah pertarungan kecerdikan.
Pertempuran gerilya di Pulau kecil Morotai berlangsung hampir satu bulan dari 15 September 1944 sampai dengan 4 Oktober 1944, tapi itu penguasaan formal, di kalangan bawah Soldadu Jepang menolak kalah, dan terus mempermainkan tentara Sekutu, banyak pembunuhan terjadi setelah kekalahan Jepang di Morotai tanggal 4 Oktober 1944.
Yang menarik adalah ratusan soldadu Jepang menolak menyerah mereka lari ke hutan-hutan, kisah ini menjadi mengharukan karena sampai di tahun 1970-an mereka mengira perang masih berlangsung. Di satu saat TNI AU yang menguasai pelabuhan militer Morotai setelah selesainya perang dunia II, dilapori adanya penampakan seseorang yang diduga pasukan Jepang. TNI AU mengadakan operasi atas perintah Ali Murtopo yang mendapatkan pesan dari Sudjono Hoemardhani bahwa pemerintah Jepang menginginkan agar soldadu-nya di bekas koloni Jepang di Indonesia Timur dicari. Salah satu yang ketemu adalah Hiroo Onoda dan Teruo Nakamura, penemuan Hiroo Onoda ini membangkitkan semangat militer Jepang, bagi Hiroo Onoda yang ditemukan tahun 1974 menganggap perang belum selesai, dan di depan pers ia menolak kenyataan Jepang kalah perang dengan sekutu. Di Jepang saat itu sedang bangkit romantisme perang dan kejayaan militer bahkan pada tahun 1970, seorang penyair Jepang Yukio Mishima bunuh diri di depan publik sebagai protes atas Kekaisaran Jepang yang mau saja jadi budak bagi negara Imperialis Barat.
Beda nasib antara soldadu Hiroo Onoda dengan soldadu Jepang asal Taiwan yang juga ditemukan Teruo Nakamura, Nakamura ini tak bisa bahasa Jepang, juga nggak bisa bahasa Cina, ia hanya bisa sukunya, nama aslinya Attun Pallalin, pemerintah Jepang bingung dengan status kewarganegaraan Teruo Nakamura, bagi Cina adanya Teruo ini juga membuktikan kekejaman dan perampasan hak hidup orang Cina yang sudah dicuci otak oleh Jepang.
Begitulah pelabuhan Morotai yang sunyi, senyap dan berpemandangan indah, dibalik pelabuhan yang diam itu terdapat kisah dan nyawa yang terbantai dan cerita hidup anak manusia baik kesuksesan hidup Julius Tahija, kejayaan Douglas MacArthur atau kenestapaan nasib Teruo Nakamura….Jakarta April, 2012.
(Anton DH Nugrahanto).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar