Rabu, 18 April 2012

Menyusuri Timgad, Merasakan Sisa-sisa Kehebatan Orang Kuno

13347610281865442524

foto unesco

Timgad adalah sebuah situs arkeologi Romawi Kuno terbesar di Afrika. Situs ini berada di daerah Batna, Algeria. Tempat ini dulunya merupakan perkampungan para pejabat dan markas militer Romawi kuno serta para pensiunan prajurit Romawi saat mereka menguasai wilayah Aljazair saat ini. Kota ini dibangun oleh Kaisar Trojan pada tahun 100 masehi.


Dalam wikipedia disebutkan, Timgad berasal dari kata Thamugas atau Tamugadi (menurut bahasa Berbar lama). Reruntuhan kota ini terletak di sekitaran gunung Aures Numidia, Aljazair. Nama lengkap kota tua yang sekarang tinggal puing-puingnya ini Colonia Marciana Ulpia Traiana Thamugadi.




Nama panjang ini diambilkan dari gabungan nama keluarga Kaisar Trojan, yaitu nama ibunya, Marcia, ayahnya, Marcus Ulpius Traianus dan saudara perempuannya Ulpia Marciana. saat ini situs yang banyak dikunjungi turis asing maupun mancanegara ini terletak di sekitar 35 km sebelah timur kota Batna, Algeria.



Alhamdulillah, dengan ridlo Allah, saya berkesempatan menelusuri jalan-jalan sempit serta jalan utama bekas kota termegah dan teramai di Afrika di zamannya. Suasana kebesaran, kecanggihan dan kehebatannya masih sangat terasa. Bayanganku pun terlena ke angan-angan “andai saja kota ini masih utuh dan tetap ramai seperti dulu …”.



Pertama kali saya memasuki pintu gerbang kota tua yang tinggal puing-puingnya ini, suasana kebesaran sudah mulai terasa, Tiang-tiang besar khas Romawi dan tempat ibadah pemujaan akan langsung ditemui di kanan-kiri jalan besar pintu masuk. Beberapa situs arkeologi yang bertulis bahasa Romawi juga nampak gagah menyambut setiap tamu yang datang.



Sekitar 300 meter dari pintu masuk, terdapat bangunan tua yang sudah rubuh dan hampir rata namun masih indah. Bangunan ini katanya pasar saat itu. Namun pandanganku langsung tertuju kepada sisa satu-satunya pintu gerbang yang utuh dan tegak berdiri.




Padahal dalam sejarah yang aku baca soal Timgad, kota ini dibangun persegi dengan setidaknya 4 pintu gerbang utama dan beberapa pintu lebih kecil. Namun kini tinggal satu pintu gerbang besar yang tersisa dan masih luar biasa indah dan gagah.



Konon pembangunan kota ini selain dimaksudkan sebagai markas militer juga dijadikan benteng dari serangan kaum Berber di Pegunungan Aures. Kota ini awalnya dihuni oleh sebagian besar para veteran Parthia dari tentara Romawi sebagai hadiah dalam pelayanan kepada raja dan perjuangannya. Namun belakangan berkembang menjadi kota yang lebih luas yang dihuni juga warga sekitar yang ikut dengan aturan kerajaan Romawi.



Menurut Samir, sang pemandu wisata, dalam sejarah yang dipelajarinya, pada awalnya, suasana kota ini begitu tenang, kehidupan masyarakatnya berjalan damai dan penuh suka cita. Makanya terlihat jelas sisa-sisa tempat hiburan mereka saat itu seperti gedung pemerintaha, gedung dewan, pasar, tempat sauna, perpustakaan, kolam renang sampai tempat pertunjukan teater besar berkapasitas 3500 orang.



Tempat yang dulunya menjadi pusat kegiatan dan persebaran agama Kristen ini mengalami masa kedamaian hanya sampai abad ke 4. Namun pada abad ke 5 ke atas, kota ini terus menjadi areal perebutan antara kelompok yang berkuasa di sekitar daerah Magribi. Dalam sejarah disebutkan, pada abad ke 5, kota indah nan megah ini direbut dan dikuasai oleh kaum Vandal.



Akibatnya, harmoni sosial yang telah terjalin selama 4 abad itu lambat laun terus menurun akibat konflik baik di internal maupun ancaman serangan balik dari bangsa Romawi yang membangunnya. Namun kaum Vadal ini tidak bertahan lama menguasai kota ini. Pasca penyerangan oleh kaum Vandal itu, berbagai upaya merebut kembali juga dilakukan baik oleh bangsa Romawi maupun kaum Berber.



Sampai akhirnya pada tahun 535 kerajaan Bizantium bisa merebut kota ini. Dalam sejarah juga disebutkan, penguasaan kerajaan Bizantium ini hanya mampu sampai pada abad ke 7 masehi, Karena setelah abada ke 7, kota ini direbut oleh kaum Berbar dan sebagaian riwayat lainnya, seperti yang ditulis dalam situs UNESCO adalah kaum Muslimin.




Namun demikian, pasca perebutan pada abad ke 7 itu, tidak ada cerita dan catatan pasti, sampai kapan kaum Berbar atau kaum muslimin menghuni kota ini. Hanya saja sejak lepasnya kontrol kerajaan Bizantium itulah keruntuhan dan kerusakan kota ini dimulai. Termasuk juga akibat gempa bumi dan badai pasir dari desert yang mengelilingi Aljazair.



Wikipedia mencatat bahwa pasca abad ke 7 masehi, kota ini seperti tertelan bumi. Salah satu sebabnya, pasca penyerangan kaum Berber, kota ini lambat laun tak berpenghuni sampai akhirnya terkubur pasir sampai sekitar 1 meter. Baru pada tahun 1881 kabarnya situs ini dilakukan penggalian oleh Perancis yang saat itu menjajah Aljazair.



Suasana dingin sangat terasa meski musim dingin mulai berubah menjadi musim semi. Panas matahari pun hanya sedikit membantu kehangatan kami saat itu. Hal itulah yang kami rasakan saat sekitar 3 jam kami berkeliling menikmati satu persatu sisa-sisa kecanggihan dan kebesaran bangsa Romawi saat itu.



Menurut sang guide, dingin yang sangat ini terasa karena kota tua Timgad ini terletak di daerah pertanian yang subur. Kota yang dirancang untuk populasi sekitar 15.000 jiwa ini dibangun di atas pegunungan sekitar 1000 meter di atas permukaan laut.



Dalam situs Unesco dijelaskan, pada pertengahan abad ke-2, pesatnya pertumbuhan kota ini tak lagi dibatasi oleh batas-batas sempit dasar aslinya. Timgad menyebar melampaui batas-batas dari benteng, dan beberapa bangunan umum utama yang dibangun. Di beberapa tempat, dibangun gedung baru seperti capitolium, kuil, pasar dan kolam renang rakyat.




Selama periode awal sampai abad ke 4, Timgad adalah keuskupan yang mashur ke seantero negeri-negeri kolono Romawi di Afrika. Namun setelah invasi kaum Vandal pada tahun 430, Timgad dihancurkan oleh suku Berber dari pegunungan Aures di akhir abad ke-5.



Kota ini dibangun kembali setelah penaklukan Kerajaan Bizantium di abad ke-6, tetapi invasi kaum Arab membawa kehancuran Thamugadi, di mana pendudukan berhenti definitif setelah abad ke-8. Itulah secuil cerita dari sang guide dan tambahan data sedikit dari situs Unesco.


Namun, ketidakpuasan kami berbuah penelusuran lebih jauh ke beberapa banguan runtuh yang saat ini menjadi objek fotografi pada visitor. Dari dekat beberapa bangunan dan tulisan romawi kuno saya dekanti, memang luar biasa orang-orang dulu membangun. Demikian halnya luar bisa mereka merancang dan membuat fondasi bangunan.



Batu-batu besar dan solid, yang sepertinya diambilkan dari batuan pegunungan terbaik di Aljazair tampak masih terlihat jelas. Hal itu tampak di beberapa fondasi bangunan gedung besar dan jalan selebar 8 meter. Sementara sanitasi dan jalur selokan pembuangan juga sudah modern karena mampu mengalirkan tempat pembuangan yang terintegrasi dengan daerah bawahnya.



Untuk ukuran zaman itu, ini tentu sangat luar biasa. Sebab saya berfikir di beberapa daerah, termasuk Indonesia saya kira pada zaman itu masih banyak yang nomaden dan berburu serta meramu penduduknya. Tapi dibelahan dunia yang lain, mereka telah berkarya besar dan luar biasa.

Hanya puji syukur dan alhamdulillah yang bisa aku haturkan saat menikmati keindahan dan rahmat Allah yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melihat langsung sisa-sisa kehebatan orang-orang dulu. Tidak ada lain, itu semua untuk kita renungkan betapa maha besarnya Allah. Jika hambanya saja mampu seperti itu, apalagi sang pencipta … subhanallah …Selain situs arkeologi Timgad, banyak lagi situs arkeologi Romawi di Aljazair. Salah satunya adalah situs arkeologi Romawi juga yang dibangun di pinggir pantai di daerah Tipazza. Namun untuk cerita Tipazza akan tulis di catatan selanjutnya … semoga Allah terus memberikan kita kekuatan dan kesehatan serta keselamatan. Amin.

Muhammad Nurhayid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar