Senin, 12 Maret 2012

LINTASAN SEJARAH ISLAM (12): PEMERINTAHAN DAULAH UMAYYAH (41—132 H/ 661-749 M

LINTASAN SEJARAH ISLAM (12): PEMERINTAHAN DAULAH UMAYYAH (41—132 H/ 661-749 M)

Nama Umayyah atau Umawiyah untuk dinasti ini diambil dari Umaiyah ibn `Abdi Syams ibn `Abdi Manaf. Dia adalah salah seorang pemimpin suku Quraisy terkemuka. Umaiyah bersaing ketat dengan pamannya Hasyim ibn Abdi Manaf dalam merebut kepemimpinan masyarakat Quraisy. Setelah agama Islam muncul di tanah Arab hubungan antara Bani Umawiyah dan Bani Hasyim semakin retak dan berubah menjadi permusuhan.


Keluarga Umawiyah baru masuk Islam setelah Nabi Muhammad s.a.w. dan ribuan kaum Muslimin berhasil merebut kembali Mekkah dan berhasil pula mengislamkan seluruh penduduk kota Mekkah, termasuk keluarga Umaiyah serta para pengikutnya. Sebelum masuk Islam keluarga Umaiwiyah merupakan musuh Islam paling gigih dan sengit, terutama di bawah pimpinan Abu Sufyan. Pendiri Dinasti Umawiyah sendiri adalah Muawiyah, putra Abu Sufyan.

Silsilah berikut ini dapat menjelaskan hubungan keluarga Bani Umawiyah dan Bani Hasyim:


Abu Manaf


_________________1___________



! !


Abdu Syam Hasyim


________!_________ !


! ! !


Umaiyah Rabi`ah Abdul Muthalib


______!_____ ____!_____ ______!_______________


! ! ! ! ! ! !


Abu Ash Harb Syaibah `Utbah Abdullah Abu Thalib al-Abbas


___!_____ ! ! ! ! ! !



! ! ! ! ! ! ! !


Al-Hakam `Affan ! Abu Sufyan + Hindun MUHAMMAD `ALI !


! ! ¡ / !


Marwan Usman ! ‘ ______/ !


! / !


MUAWIYAH / ABBASIYAH


SYIAH ALI






Dalam sejarah memang sering terjadi hal yang sebaliknya. Dulunya orang-orang Umawiyah merupakan para penentang Islam yang paling keras, namun setelah masuk Islam mereka menjadi salah satu pembela Islam yang paling keras pula. Tambahan pula pengalaman mereka dalam bidang ketentaraan sangat mendukung. Dalam berbagai medan pertempuran Umawiyah selalu tampil ke depan sebagai pasukan yang dapat meraih kemenangan dengan mudah. Hasrat Umawiyah untuk menjadi penguasa kekhalifatan Islam telah muncul pada masa khalifah Abu Bakar Sidiq dan Umar bin Khatab, dan semakin kuat dengan terpilihnya Usman bin Affan menjadi khalifah Rasyidin yang ketiga. Bahkan dapat dikatakan bahwa terpilihnya Usman adalah berkat dukungan kuat Bani Umawiyah dari mana Usman berasal. Berkat dukungan itulah Usman dapat menyingkirkan saingan utamanya, yaitu Ali bin Abi Thalib.


Tidaklah mengherankan apabila Umawiyah segera meletakkan dasar-dasar kekhalifatan Umawiyah manakala Usman telah terpilih menjadi khalifah. Mereka mempersiapkan diri menyusun tentara yang kuat dan menjadikan Syam atau Syria sebagai pusat gerakan mereka.


Muawiyah berusia 23 tahun ketika masuk Islam. Kariernya dalam politik dimulai ketika Rasulullah menghendaki agar orang-orang Mekkah yang baru masuk Islam, khususnya para pemimpinnya, mempunyai tali hubungan yangdekat satu sama lain. Terlebih lagi dengan mereka yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam. Dengan demikian perhatian mereka terhadap Islam tetap besar dan dapat mengembangkan ukhuwah untuk bersama-sama memperjuangkan tegaknya syiar Islam. Pemuda Muawiyah bin Abu Sufyan dianggat oleh Nabi menjadi salah seorang anggota penulis wahyu. Sementara itu dia terus berlatih dalam bidang kemiliteran. Peluang menjadi panglima tentara terbuka baginya pada masa khalifah Abu Bakar Sidiq. Ketika itu saudaranya Yazid terpilih menjadi panglima salah satu dari empat divisi yang diperintahkan merebut Syams dan Yordania. Manakala Yazid memerlukan bala bantuan tentara dari Mekkah, Muawiyah dipilih menjadi panglima pasukan tentara Muslimin yang dikirim untuk membantu pasukan Yazid.


Ternyata kepiawaian Muawiyah terbukti di medan perang. Tentaranya berhasil menaklukkan kota-kota pantai Syams yang strategis seperti Sidon, Beirut dan lain-lain. Karier Muawiyah naik pada masa khalifah Umar bin Khatab. Sementara Yazid diangkat jadi gubernur Damaskus, Muawiyah diangkat menjadi gubernur Yordania. Tak lama kemudian Yazid meninggal dunia diserang penyakit ta`un. Lantas Usman terpilih menjadi khalifah ketiga. Pada masa Usman inilah wilayah damaskus dan Yordania disatukan menjadi provinsi dan Muawiyah diangkat menjadi gubernur.


Ketika Usman terbunuh dan Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi khalifah, Muawiyah menentang pemilihan itu karena berbagai sebab. Mu`awiyah mencurigai terbunuhnya Usman disebabkan kelalaian Ali. Melalui tahkim, setelah serentetan pepeperangan yang sengit antara pengikutnya dengan pengikut Ali, pada akhirnya dia terpilih menjadi khalifah. Sejak tahun 661 M, resmilah Bani Umaiyah di bawah kepemimpinan Mu’awiyah sebagai khalifah pertama.


Bani Umawiyah menetapkan Damaskus sebagai ibukota kekhalifatan dan memegang tampuk pemerintahan selama 89 tahun. Agak banyak kemajuan dicapai di bidang agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan selama Umawiyah sepanjang masa pemerintahan. Umawiyah juga berhasil memperluas wilayah kekhalifatan Islam dengan dukungan kekuatan militer yang tangguh. Walaupun demikian sepanjang pemerintahannya pemberontakan demi pemberontakan terjadi secara beruntun dan menguras tenaga. Selama 89 memegang tampuk pemerintahan itu keluarga Umawiyah bergelimang kemewahan.



Silsilah Daulah Umayyah





UMAYYAH


!


_______________!___________


! !


Harb Abul Ash


! !


! _____ !_________


! ! !


Abu Sufyan `Affan al-Hakam



! ! !


! ! !


1. Muawiyah Usman 4. Marwan


(41-60 H) ! (64-65 H)


! !


! !


2. Yazid (660-64 H) !


! _______________________!__________


! ! ! !



3. Muawiyah II Abdul Aziz 5. Abdul Malik Muhammad


(64 H) / (65-86 H) !


/ ! !


/ ! !


8. Umar ! !


(99-101 H) ! !


! !


! !


_______________________________ !_____ !



! ! ! ! !


6. Al-Walid 7. Sulaiman 9. Yazid II 10. Hisyam !


(86-96 H) (96-99 H) (101-105 H) (105-125 H) !


__!___________ ! !


! ! ! !


12. Yazid III 13. Ibrahim 11. Al-Walid II 14. Marwan


(126 H) (126 H) (125-126 H) (127-132 H)




Catatan: Yang dinilai paling baik dalam menjalankan pemerintahan ialah khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Dia lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan kesejhateraan sosial di atas kegiatan militer. Dia juga sempat memajukan perkembangan ilmu dan agama. Sayang, hanya tiga tahun dia memegang tampuk pemerintahan.




Beberapa Peristiwa Penting


Penguasa-penguasa Bani Umayyah pada umumnya tidak memerintah dalam waktu yang lama, kecuali Muawiyah sang pendiri dinasti ini yang memerintah selama 19 tahun dan khalifah Abdul Malik yang memerintah pada tahun 65-85 H. Banyaknya pemberontakan dan perang penaklukan wilayah mendorong pemerintahan Umaiyah mengutamakan kekuatan militer. Di sini dapat disebut beberapa peristiwa penting:


Pertama. Sejak awal aliran-aliran politik dan keagamaan bertambah subur. Aliran-aliran ini tidak henti-hentinya mencetuskan pemberontakan sebagai tanda penentangan terhadap Umayyah. Aliran-aliran politik yang kuat ialah: Golongan Syiah (Aliyun), Khawarij dan Murjiah. Pada masa akhir pemerintahan Bani Umayy kekuatan baru muncul yaitu Abbasiyah. Kelak golongan Abbasiyah ini yan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah.


Kedua. Muawiyah menghapuskan dasar-dasar syura, pemilihan khalifah secara demokratis, pada saat menunjuk putranya Yazid sebagai penggantinya.


Ketiga. Pada masa pemerintahan Yazid (660-664 H) terjadi peristiwa yang membawa peerpecahan besar dalam tubuh umat Islam, yaitu terbunuhnya Husein ibn Ali di padang Kerbela dalam pertempuran tidak seimbang melawan pasukan Umayyah di propinsi Kufa-Basra pada tahun 660 H. Sejak peristiwa ini golongan Syiah kian membedakan diri dari komunitas Islam selebihnya dengan memberi dimensi keagamaan bagi gerakannya.


Keempat. Dalam menata pemerintahannya Umaiyah meniru sistem Byzantium, yaitu memisahkan kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Seperti pemerintahan Byzantium, pemerintahan juga dijalankan secara sentralistik dengan mengandalkan pada kekuatan militer dan diplomasi.



Kelima. Semenjak Mu’awiyah memegang tampuk pemerintahan terjadi diskriminasi dan peminggiran terhadap orang-orang Islam non-Arab, khususnya Persia. Ini menimbulkan kebencian mendalam terhadap Umayyah dan semakin memancing munculnya banyak gerakan oposisi.


Keenam. Bani Umayyah memiliki semangat kesukuan yang tinggi dan mengunggulkan superiotas Arab di lapangan politik, keagamaan dan budaya. Sebagai tandingannya muncul gerakaan Syu’ubiyah, gerakan kebangkitan Persia yang menganggap bahwa kebudayaan Persia lebih unggul dari kebudayaan Arab. Gerakan Syu’ubiyah menjadi dominan ketika pemerintahan berpindah dari Banmi Umayyah ke tangan Bani Abbasiyah.


Ketujuh Falsafah dan ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan diperkenalkannya falsafah Yunani oleh sarjana-sarjana Kristen Nestoria dan Monofisit yang dilindungi oleh Umayyah. Kesusastraan juga mulai berkembang pesat dan muncul penyair-penyair terkenal seperti Farazdaq dan lain-lain.


Kedelapan. Penguasa Bani Umayyah mendirikan banyak bangunan seperti masjid dan istana megah. Bangunan-bangunan tersebut dipengaruhi oleh arsitektur Byzantium.


Kesembilan. Kitab suci al-Qur’an mushaf Usman diterbitkan sebanyak-banyaknya dan disebar ke seluruh negeri Islam. Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi dan melalui bahasa Arab proses Islamisasi dan Arabisasi dijalankan ke seluruh bagian dunia Islam yang wilayahnya begitu luas.



Usman dan Aristokrasi Arab



Timbulnya banyak pemberontakan dan pembangkangan pada zaman Umayyah memiliki latar belakang panjang. Ahli sejarah banyak mengaitkannya dengan kejadian-kejadian sebelum dan sesudah Usman bin Affan dipilih menjadi khalifah al-rasyidin ketiga menggantikn Umar bin Khattab. Menurut para sejarawan, erpilihnya Usman bin Affan sebagai khalifah pada tahun 644 M ternyata menimbulkan masalah dan menabur benih perpecahan di kalangan umat Islam. Terutama sekali oleh karena Usman mengalahkan saingan ketatnya Ali bin Abi Thalib yang dipandang oleh para pendukungnya dianggap lebih layak memegang jabatan khalifah, dan mampu melanjutkan kebijakan khalifah sebelumnya Umar bin Khatab.


Pertama. Sebagaimana diketahui Usman bin Affan berasal dari garis keturunan keluarga Umayyah. Walaupun Usman telah masuk Islam sejak awal penyiaran agama Islam dan sahabat Nabi yang saleh, namun keluarga Umayyah merupakan penentang Islam yang gigih dan sebagian dari mereka baru masuk Islam setelah penaklukan Mekkah oleh kaum Muslimin pada tahun 630 M, Dalam Perang Badar (624) dan Perang Uhud (625) keluarga Umayyah berperang di pihak musuh. Setelah Usman terpilih sebagai khalifah, maka dia mengangkat pejabat-pejabat penting dari kalangan keluarganya sendiri. Ini membuka peluang KKN.


Kedua. Berbeda dengan dengan Umar bin Khattab yang menjalankan pemerintahan dengan penuh disiplin, Usman sangat fleksibel dan lunak. Ia tidak pernah mengambil tindakan tegas terhadap penyelewengan yang dilakukan para pejabat yang berasal dari keluarga Umayyah. Sebagai salah satu akibatnya ialah berubahnya negeri Hejaz yang semula merupakan pusat keagamaan, menjadi pusat kegiatan hiburan dan bersenang-senang. Para pejabat mulai terbiasa melanggar aturan agama dan tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan.


Ketiga Usman memerintah cukup lama. Ini memberi kesempatan luas bagi keluarga Umayyah untuk memupuk kekuatan dan membangun aristokrasi keluarga yang kuat.Keadaan yang demikian menimbulkan kekecewaan dan rasa tak puas kalangan luas. Beberapa kelompok dan tokoh Islam melakukan penentangan terhadap kebijakan Usman. Mula-mula secara tersembunyi, kemudian berangsur-angsur secara terang-terangan. Di antara pemimpin Islam yang gigih menentang kebijakan Usman ialah Ali bin Abi Thalib, Zubayr dan Talhah. Kebencian terhadap Umayyah kian bertambah setelah orang-orang Umayyah memperlihatkan superioritas berlebihan dan sombong.


Pasa tahun 656 M Usman bin Affan terbunuh. Ketika peristiwa itu terjadi Zubayr dan Talhah, atas jaminan Ali bin Abi Thalib, meninggalkan Madinah dan berada di Mekkah. Oleh karena hanya Ali bin Abi Thalib yang ada di Madinah, peristiwa itu melahirkan berbagai spekulasi dan fitnah di kalangan orang Islam, dilanjutkan dengan timbulnya suasana permusuhan. Ali dan pengikutnya dianggap bertanggung jawab atas terbunuhnya Usman yang terjadi secara misterius.


Karena tidak ada calon lain yang dianggap pantas maka Ali bin Thalib dipilih sebagai khalifah ke-4. Pengangkatan itu dilakukan melalui dewan syura sebagai tradisi yang berlaku sebelumnya. Permasalahan segera muncul setelah Ali bin Thalib melaksanakan kebijakan yang bertentangan dari kebijakan yang ditempuh Usman bin Affan. Ali mengulang cara-cara yang keras dan berdisiplin yang ditempuh Umar bin Khattab dalam menjalankan berbagai kebijakan. Kelompok yang paling terpukul ialah keturunan Bani Hasyim dari garis keluarga Umayyah yang mempunyai pertalian darah langsung dengan Usman bin Affan. Kelompok ini dipimpin oleh Mu`awiyah, gubernur Damaskus yang telah lama menduduki jabatan tinggi. Orang-orang Muawi`yah telah lama merasakan kesenangan dan menikmati kemewahan semasa pemerintahan Usman. Kecurigaan bahwa yang membunuh Usman ialah pengikut Ali semakin mengobarkan semangat penentangan terhadap Ali. Kecurigaan semakin bertambah setelah Ali memindahkan ibukota kekhalifatan Islam dari Madinah ke Kufa, sebuah kota di Iraq di mana jumlah pengikut Ali sangat besar dibandingkan Madinah.



Kebijakan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib pada masa awal pemerintahannnya antara lain ialah: (1) Pemecatan kepala aerah yang diangkat Usman dan terlibat KKN serta banyak penyewengan lain. (2) Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan oleh Usman kepada sanak keluarganya dengan cara tidak sah. Begitu pula hibah harta yang pernah diterima oleh para pejabat yang kebanyakan berasal dari keluarga Umayyah, diambil kembali oleh Ali.


Tuntutan membalas kematian Usman semakin keras diserukan oleh para pengikut Mua’wiyah. Tak lama setelah Ali memegang tampuk pemerintahan, pecahlah Perang Jamal (Perang Onta) dipimpin oleh Zubayr, Talha dan Aisya. Perang ini menimbulkan korban besar dan berlangsung lama. Tidak ada yang kalah dan menang dalam perang ini. Setatahun kemudian pada tahun 657 pecahlah Perang Shiffin. Dalam perang ini berhadap-hadapan tentara Ali dan Mu`awiyah. Secara militer kekuatan Ali dan pasukannya mengungguli kekuatan tentara Mu`awiyah. Setelah beberapa peperangan berlangsung Mu`awiyah sadar bahwa kemenangan mulai berpihak kepada Ali dan pasukannya. Untuk menghindari kekalahan itu Mu`awiyah menawarkan perdamaian dengan mengangkat kitab suci al-Qur`an. Tetapi Ali tetap ingin meneruskan perjuangan, hanya saja para pengikutnya tidak sanggup lagi melanjutkan perjuangan.


Demikianlah genjatan senjata diberlakukan dan kedua golongan yang bertikai itu sepakat untuk mengadakan tahkim, semacam perundingan damai. Masing-masing memilih seorang hakim lantas berkumpul dan berunding, membahas sebab-sebab perselisihan sehingga diperoleh jalan mencapai penyelesaian. Perundingan akhirnya mencapai kesepakatan untuk memberhentikan Ali bin Abi Thalib dan Mu`awiyah sebagai khalifah. Setelah itu musyawarah diadakan untuk memilih khalifah baru. Mu`awiyah ternyata memperoleh suara lebih besar dan terpilih menjadi khalifah.


Peristiwa menimbulkan kekecewaan di antara pendukung Ali, khususnya golongan yang kelak menyebut dirinya Khawarij. Sebagai ungkapan kekecewaannya kemudian Khawarij menentang kepemimpinan Ali, di samping tetap menentang kepemimpinan Mu`awiyah. Mulailah mereka memberontak dan meninggalkan Ali. Alasannya Ali menerima tahkim, sedangkan Mu`awiyah dianggap telah melakukan muslihat yang berbahaya. Demikianlah sejak saat itu pendukung Ali terpecah belah dan kekuatannya semakin lemah.


Namun Ali masih tetap ingin merebut jabatan khalifah yang lepas dari tangannya. Pada tahun 660 M ketika dia sedang bersiap mengirim pasukan untuk menyerang Mu`awiyah, muncullah komplotan Khawarij yang berniat menghabisi nyawa Ali, Mu`awiyah dan `Amr ibn `Ash (hakim yang berhasil menghasut kaum Muslimin agar mengangkat Mu`awiyah pada tahkim tahun 657 M). Komplotan ini terdiri dari tiga orang: Abdul Rahman ibnu Muljam, bertugas membunuh Ali; berikutnya ialah Barak ibn Abdillah al-Tamimi, ditugaskan pergi ke Damaskus membunuh Mu`awiyah; dan terakhir `Amr ibn Bakr al-Tamimi ditugaskan ke Mesir membunuh `Amr ibn `Ash. Dari ketiga orang Khawarij ini hanya Abdul Rahman ibn Muldam yang berhasil membunuh lawan politiknya, yaitu Ali bin Abi Thalib.


Dengan wafatnya Ali, yang terbunuh di masjid Kufa pada tahun 660, Mu`awiyah muncul sebagai khalifah. Dia dibaiat dan mendapat dukungan luas. Maka pada tahun 661 M Mu`awiyah dinobatkan menjadi khalifah. Damaskus dipilih menjadi ibukota kekhalifatan Islam yang baru. Sejak awal hingga akhir pemerintahannya, pemberontakan demi pemberontakan meletus susul menyusul. Pembrontakan itu silih berganti datang dari pengikut Ali, Khawarij dan aliran-aliran politik serta keagamaan yang lain.

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar